ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)
Metode Pelingkupan (Scoping)
Dalam penyusunan dokumen amdal, seperti halnya dengan penyusunan
dokumen lainnya memerlukan urutan langkah yang harus ditempuh guna
mencapai hasil penyusunan yang memenuhi harapan yang diinginkan.
Sebagaimana halnya yang diharapkan dari penyajian dokumen amdal adalah
merupakan bentuk studi yang komperehensif mengenai pangaruh sebab dan
akibat dari suatu rencana kegiatan atau usaha yang dapat menimbulkan
dampak kepada komponen-komponen lingkungan hidup seperti lokasi rencana
kegiatan atau usaha dilengkapi dengan rencana pengelolaan dan
pemantauannya yang sangat mudah dan membantu para pengambil keputusan
untuk menetapkan bisa atau tidaknya suatu rencana kegiatan atau usaha
dimulai.
Setiap langkah dalam kegiatan penyusunan amdal perlu dilaksanakan dengan
metode yang dipilih bersama oleh para anggota tim penyusun berdasarkan
pemilihan yang paling cocok dengan rencana kegiatan atau usaha yang
sedang disusun amdal-nya. Adapun jenis-jenis metode yang diperlukan
antara lain adalah :
• Metode pelingkupan (scoping)
• Metode penentuan adanya dampak
• Metode penentuan dampak penting
• Metode pengumpulan data bio-geo-fisik
• Metode analisis dampak lingkungan
• Metode identifikasi, prediksi dan evaluasi dampak lingkungan.
Metode-metode tersebut di atas bukan terbatas dari apa yang telah
disebutkan, tetapi masih ada metode jenis lain yang tidak disebutkan.
Dalam penyajian berikutnya akan diuraikan metoda secara rinci untuk
dapat digunakan sebagai pedoman yang sekiranya memberikan manfaat bagi
penyusun dokumen amdal atau bagi para penilai dalam forum komisi amdal
tingkat daerah maupun tingkat pusat.
Diharapkan dengan membiasakan pemanfaatan metoda dalam penyusunan
dokumen amdal, maka akan dapat menghemat banyak waktu dan disamping itu
dapat mengarah kepada pencapaian tujuan dari amdal itu sendiri, yaitu
suatu telaah atau kajian yang dapat memberikan prinsip-prinsip dan
persyaratan-persyaratan yang harus diambil dalam penanganan dampak
lingkungan yang dapat dilanjutkan untuk rekayasa rancangan bangunan oleh
proponen setelah dokumen amdal telah disetujui oleh pihak yang
berwewenang.
Metode pelingkupan (Scoping)
Pelingkupan dapat mempunyai pengertian sebagai suatu proses pemusatan
studi pada hal-hal yang penting yang terkait dengan dampak penting
(scoping is the process of focusing the environmental study on the key
aspects related to significant impacts).
Dalam mempersiapkan penyusunan dokumen amdal maka pelingkupan
permasalahan dan mengindentifikasi dampak penting (hipotesis) yang
terkait dengan rencana usaha atau kegiatan.
Pelingkupan merupakan proses penting yang dituangkan dalam kerangka
acuan (KA) Amdal karena dengan proses inidapat menghasilkan hal-hal
sebagai berikut ;
a. Dampak penting terhadap lingkungan yang dipandang relevan untuk
ditelaah secara mendalam dalam studi amdal dengan meniadakan hal-hal
atau komponen lingkungan yang dipandang kurang penting ditelaah.
b. Lingkup wilayah studi amdal berdasarkan beberapa pertimbangan seperti
batas proyek, batas ekologis, batas social dan batas administratif.
c. Kedalaman studi amdal yang antara lain mencakup metode yang
digunakan, jumlah contoh yang diukur, tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai
dengan sumber daya yang tersedia (dana dan waktu).
Pelingkupan dalam penyusunan dokumen amdal menjadi sedemikian penting
karena jika hal ini tidak dilaksanakan, maka akibatnya amdal yang
dihasilkan menjadi kabur batas-batasnya dan tidak jelas dalam
pemusatannya (fokusnya) atau dengan kata lain menyebabkan dokumen amdal
tersebut kurang tegas, kurang jelas yang akibatnya menjadi sulit bagi
para pengambil keputusan untuk memutuskan disetujuinya suatu rencana
usaha atau kegiatan yang diajukan.
Memang perlu diakui bahwa lingkungan hidup mempunyai sifat holistic,
yaitu keterkaitan satu komponen dengan komponen lainnya baik terjadi
secara langsung maupun tidak langsung pada saat dimulainya suatu usaha
atau kegiatan sehingga sering kali disebut semuanya saling berhubungan
dan terkait.
Dari kenyataan yang dapat disaksikan pada hakekatnya adalah tidak
demikian, karena sebelumnya komponen lingkungan hidup masing-masing
mempunyai daya dukung, daya tampung dan kelentingan (resilience),
sehingga apabila dampak yang ditimbulkan oleh suatu usaha atau kegiatan
terjadi maka sesuai dengan kondisi masing-masing komponen lingkungan
hidup yang ada pada lokasi tersebut dihubungkan dengan potensi dampak
yang bersumber dari kegiatan atau usaha yang sedang berlangsung, maka
akan terjadi interaksi sehingga menghasilkan intensitas dampak yang
dapat diindikasikan dalam wujud penurunan kualitas lingkungan. Apabila
intensitas dampak masih dalam batas ambang (thresh hold) dari komponen
lingkungan, maka komponen lingkungan tersebut mampu menetralkan akibat
dampak tersebut.
Terkadang ketidaktegasan dalam pelingkupan juga dapat terjadi karena
belum tumbuhnya kesadaran bahwa target dari dokumen amdal sebenarnya
bukan untuk rekayasa rancang bangun (engineering design), tetapi
sebetulnya harus diarahkan untuk mengangkat persyaratan-persyaratan
tindakan yang harus dilanjutkan untuk langkah pembuatan rekayasa rancang
bangun oleh proponen setelah dokumen amdal telah disetujui.
Langkah-langkah pelingkupan perlu selalu mengarah kepada konteksnya
dengan dampak-dampak penting dan kegiatan-kegiatan yang potensial dan
selalu dengan proses pengambilan keputusan. Dengan kata lain suatu
dokumen amdal yang dihasilkan dengan pelingkupan yang tepat, akan
menghasilkan kemudahan dalam proses pengambilan keputusan untuk
menetapkan suatu rencana usaha atau kegiatan yang diajukan disetujui
atau tidak.
Jadi pegangan yang dapat dihunakan dalam pelingkupan adalah
mengangkat komponen-komponen kegiatan yang penting atau potensial dan
komponen-komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak
penting dalam batas-batas wilayah suatu yang bersangkutan.
Sebagai pendekatan untuk pelingkupan dampak penting dapat menggunakan criteria sebagai berikut :
• Jumlah manusia yang terkena dampak
• Luas wilayah persebaran dampak
• Lamanya dampak berlangsung
• Intensitas dampak
• Banyaknya komponen lingkunan yang akan terkena dampak
• Sifat komulatif dampak tersebut
• Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) suatu dampak.
Atas dasar beberapa criteria tersebut diatas maka dengan mempelajari
deskripsi proyek dari kegiatan yang akan dibuat dokumen amdalnya,
dapatlah diindentifikasikan kegiatan-kegiatan dalam proyek tersebut yang
mempunyai potensi menimbulkan dampak tersebut dalam kriteria tersebut.
Namun demikian perlu juga dalam pelingkupan ini memperhatikan
komponen-komponen lingkungan apa saja yangada pada lokasi proyek, karena
tidak semua lokasi proyek mempunyai komponen-komponen lingkungan yang
sama, belum tentu mempunyai peruntukan tata ruang yang sama sesuai
dengan yang telah dituangkan dalam rencana tata ruang daerah pada
masing-masing daerah dimana rencana kegiatan atau usaha yang akan
dilakukan.
Sedangkan kriteria untuk mencari kegiatan-kegiatan yang potensi menimbulkan dampak penting adalah ;
• Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
• Eksploitasi sumber daya alam baik yang dapat diperbaharui atau yang tidak dapat diperbaharui.
• Proses dan kegiatan yang potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan dan kemrosotan sumber daya alam dan pemanfaatannya.
• Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial budaya.
• Mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi.
• Introduksi tumbuh-tumbuhan, hewan dan jasad renik.
• Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati.
• Penerapan teknologi yang mempunyai potensi besar mempengaruhi lingkungan.
• Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi mempengaruhi pertahanan Negara.
Wilayah studi berkaitan sekali dalam upaya pelingkupannya dengan :
a. Batas proyek, sering disebut dengan tapak proyek, sebenarnya luas
batas proyek bukan hanya terbatas pada lokasi dimana proyek berada yang
biasanya oleh pagae sekeliling lokasi proyek tersebut. Tetapi batas
proyek sebetulnya lebih luas lagi dari batas tersebut karena termasuk
juga jalan proyek dan juga lahan-lahan yang akan digunakan untuk
penyimpanan bahan-bahan konstruksi dan tempat dimana alat-alat berat
disimpan dan diperbaiki pada saat proyek berlangsung. Untuk penentuan
luas batas proyek perlu mempelajari secara cermat deskripsi proyek yang
bersangkutan termasuk cara pemasokan dan mobilisasi bahan-bahan
konstruksi dan peralatannya.
b. Batas ekologis, batas ini sangat dipengaruhi cara penentuannya
oleh komponen-komponen lingkungan yang ada pada lokasi proyek. Kemudian
berdasarkan prakiraan dampak yang akan terjadi terhadap komponen
lingkungan yang ada pada lokasi tersebut oleh kegiatan proyek yang dapat
diikuti oleh deskripsi proyek maka akan diperoleh rancangan batas jarak
dan luas komponen lingkungan dimana dampak yang ditimbulkan tidak lagi
melampaui ambang yang telah ditentukan (thresh hold limit) dari
tiap-tiap komponen lingkungan. Batas inilah yang diartikan dengan batas
ekologis. Batas ekologis akan menjadi luas bila kondisi rona awal
kualitas komponen lingkungan tersebut telah rendah atau peruntukan
menurut rencana tata ruangnya yang menuntut persyaratan yang ketat
karena peruntukannya misalnya ditentukan sebagai kawasan hunian murni.
c. Batas sosial, batas sosial termasuk juga budaya dan ekonomi. Batas
ini ditentukan berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan proyek
yang sedang direncanakan terhadap aspek social, aspek budaya dan aspek
ekonomi. Baik pada tahapan pra-konstruksi maupun pada konstruksi, maupun
selanjutnya pada saat operasi atau tahap rehabilitasi.
d. Batas administrasi, batas administrasi ini dapat dilakukan
berdasarkan pembagian wilayah administrasi yang berlaku untuk lokasi
dimana rencana proyek yang akan dilakukan. Batas administrasi ini
menjadi mudah apabila lokasi proyek berada pada batas dari 1 (satu)
wilayah administrasi, tetapi sering terjadi (terutama pada proyek-proyek
besar) lokasi proyek karena besar luasnya maka keberadaannya bias di
atas 2 (dua) atau lebih dari wilayah administrasi, baik wilayah tingkat
satu atau wilayah tingkat dua. Untuk menghadapi kemungkinan ini maka
perlu persiapan peta standar dan meletakkan lokasi proyek di atas peta
standar tersebut, dan dari situ dapat diketahui keberadaannya dari
lokasi tersebut pada batas. Untuk mengetahui dengan pasti batas-batas
wilayah administrasi dari lokasi proyek biasanya dapat diikuti peta ijin
lokasi proyek yang dikeluatkan oleh Badan Pertanahan Nasional di daerah
yang bersangkutan dan dari dinas tata kota setempat.
Dengan mengintegrasikan ke 4 (empat) batas wilayah tersebut di atas
disertai dengan pertimbangan keterbatasan sumber daya, seperti waktu,
dana, tenaga, tingkat penguasaan teknologi dan metoda pelaksanaan
sehingga lazimnya penentuan wilayah studi berangkat dari batas proyek
yang kemudian diperluas dengan batas ekologis, batas sosial dan batas
administrasi yang dianggap relevan, kompromi perluasan batas-batas ini
menjadi pokok pembahasan pada siding komisi amdal yang menangani dengan
proponen pada saat pembahasan kerangka acuan amdal proyek yang
bersangkutan.
Kadang-kadang memang pelingkupan wilayah studi menjumpai suatu
kekhususan yang memerlukan pertimbangan sendiri. Antara lain untuk
menentukan wilayah studi dari pembangunan jalan kereta api, proyek
pembangkit tenaga listrik dengan jaringan distribusi melintasi beberapa
provinsi bahkan lintas pulau dan proyek reklamasi dengan bahan
pengurugan (fill material) yang dipasok dari penambangan lepas pantai
dan dengan transportasi lewat laut dan lewat jalan pintas propinsi.
Pelingkupan batas wilayah studi sangat berpengaruh kepada ketepatan
analisis dampak lingkungan dan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan. Pelingkupan yang membatasi wilayah studi yang lebih kecil
dari pada seharusnya akan menyebabkan produk dokumen amdal kurang atau
tidak menggambarkan interaksi antara komponen kegiatan dan komponen
lingkungan yang diakibatkannya. Sebaliknya pelingkupan batas wilayah
studi yang terlalu luas dari pada seharusnya dapat menyebabkan kaburnya
batas-batas pengaruh dampak dan kurang nyatanya manfaat pengelolaan
lingkungan dan pemantauannya. Disamping itu akan terjadi pemborosan
biaya studi dan terlalu lamanya waktu yang diperlukan untuk penyelesaian
pembuatan dokumen amdal yang dimaksud.
Yang dijadikan pegangan dalam pelingkupan kedalaman studi amdal
adalah sasaran akhir dari kegunaan dokumen amdal, yaitu bukan untuk
bahan yang digunakan sebagai rekayasa rancang bangun (engineering
design). Tetapi merupakan dokumen yang berisi prinsip-prinsip dan
persyaratan-persyaratan yang harus diterapkan dalam rencana penanganan
dampak lingkungan. Sehingga dokumen ini dapat membantu kemudahan dari
proses pengambilan keputusan oleh pejabat yang berwewenang.
Pelingkupan kedalaman studi dapat mempengaruhi kepada metoda yang dapat
digunakan, mempengaruhi pula jumlah contoh yang harus diambil serta
radiusnya (lokasi pengambilan sampel) dan pula mempengaruhi jenis tenaga
ahli serta jumlahnya dan tentunya berpengaruh kepada waktu dan dana
yang diperlukan untuk penyelesaian dokumen amdal.
Sumber Pustaka :
Budirahardjo, E., Metoda-metoda AMDAL, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri, Jakarta 1999.
http://dinorimantho.wordpress.com/2014/01/30/analisa-dampak-lingkungan-amdal-metode-pelingkupan-scoping/
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking